Alfred Riedl. Siapa yang tak kenal dengan sosok satu ini terutama bagi pecinta sepakbola timnas Indonesia. Selasa waktu Austria, Alfred Riedl menghembuskan nafas terakhirnya. Kenangan akan sosok bertangan dingin kala membesut timnas Garuda kembali muncul. Kala pertama kali menukangin timnas berlaga di AFF 2010, semua mata langsung tertuju padanya. Kemampuan mengolah taktik dan disiplin terhadap pemain mampu menghadirkan permainan yang cantik diperagakan Irfan Bachdim dan kolega. Meluluhlantakkan Malaysia 5-1 di laga pembuka dan menyingkirkan Thailand 2-1 menjadi bukti. Meski pada akhir turnamen gelar runner up yang berhasil di capai, timnas ini dianggap menjadi salah satu timnas Indonesia terbaik pada dekade ini.
Riedl menjadi sosok yang begitu dicintai publik sepakbola tanah air. Di tengah ketidakberesan federasi setiap tahun, sosok berusia 70 tahun tersebut tetap bersedia menukangi timnas. AFF 2014 menjadi kesempatan kedua beliau. Naas, tak lolos fase grup serta untuk pertama kalinya dipermak Filipina 4 gol tanpa balas menjadi pencapaian memalukan timnas kala itu. Kembali di 2016, AFF Filipina juga sama beratnya. Konflik antara klub dan timnas menjadi sebab. Hanya dapat membawa 2 pemain dari satu klub membuat Riedl serba terbatas. Namun, itu tak menjadi alasan baginya untuk tak bekerja maksimal. Final kembali dicapai. Apa mau dikata, bak kutukan, lagi-lagi gelar juara dua tersemat di pundak Garuda.
Alfred Riedl bukannya tak bersuara mengenai buruknya federasi dan timnas Indonesia. Berkali-kali ia menekankan pentingnya pembinaan usia muda, tak boleh adanya intervensi politik, serta pentingnya disiplin bagi para pemain. Beberapa orang menjulukinya 'Mister Runner Up', tapi bagi Indonesia ia adalah juara satu di hati. Selamat beristirahat Opa, jasamu akan selalu abadi untuk sepakbola negeri ini.
Komentar
Posting Komentar